Lockdown Ditinjau Dari Perspektif HAM

 Selamat Membaca

semoga bermanfaat, terima kasih sudah meluangkan waktunya untuk membaca mohon maaf apabila ada kekurangan.

Lockdown Ditinjau Dari Perspektif Hukum Hak Asasi Manusia

 

MAKALAH

 

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah :

 

HUKUM HAK ASASI MANUSIA

 

Dosen : Dr. A. Widiada Gunakaya S.A., S.H., M.H.

 

 

 

 

 

 

 

Oleh

Muhammad Rayno Rachmadani Zaputra

174301316

 

 

 

SEKOLAH TINGGI HUKUM BANDUNG

2020

 


KATA PENGANTAR

 

 

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan rahmat-Nyalah saya akhirnya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Lockdown Ditinjau Dari Perspektif Hukum Hak Asasi Manusia” dengan baik.

 

Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen hukum HAM bapak Widiada Gunakaya yang telah memberikan tugas makalah ini. Rasa terima kasih juga hendak kami ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan kontribusinya baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga makalah ini bisa selesai pada waktu yang telah ditentukan.

 

Meskipun saya sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang penyusunan makalah ini, namun saya menyadari bahwa di dalam makalah yang telah saya susun ini masih terdapat banyak kesalahan serta kekurangan. Sehingga saya mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca demi tersusunnya makalah lain yang lebih lagi.

 

 

 

 

Bandung, 6 April 2020

 

 

 

Muhammad Rayno Rachmadani Zaputra

174301316                 

 

 


 

Daftar isi

Kata Pengantar…………………………………………………………………………….. i

Daftar Isi……..……………………………………………………………………………... ii

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah………………………………………………………………….1

1.2 Identifikasi Masalah ………..…………………………………………………………….6

Bab II

Tinjauan Pusataka

2.1 Asas-asas Hukum Hak Asasi Manusia…………………………………………………..7

2.2 Siracusa Principle (Prinsip-prinsip Siracusa Dalam Pembatasan Hak Asasi Manusia)...14

Bab III

Pembahasan

3.1 Pelaksanaan Lockdown Di Italy, Amerika, Dan China Berdasarkan Perspektif Prinsip Hukum HAM………………………………………………………………………………...17

3.2 Kebijakan Lockdown Di Indonesia Dalam Perspektif Prinsip-prinsip Hukum HAM…..26

Bab IV

Penutup

4.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………………..31

4.2 Saran……...……………………………………………………………………………..31

Daftar Pustaka ……………………………………………………………………………..32


                                                   Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada awal bulan Desember 2019 sejumlah pasien dengan penyakit tak dikenal, berdatangan ke rumah sakit pusat Wuhan, China. Mendiang Dr. Li Wenliang sempat menyampaikan kabar buruk itu di media sosial. Penyakit yang menyebabkan radang paru-paru tersebut diduga diakibatkan oleh virus yang berasal dari pasar ikan Huanan yang juga menjual binatang liar. Setelah memasuki tahun 2020 otoritas China umumkan sebuah virus Corona jenis baru yang sekarang diberi nama covid-19 atau kalangan masyarakat menyebutnya dengan virus corona.

Pandemi koronavirus 2019–2020 atau dikenal sebagai pandemi COVID-19 adalah peristiwa menyebarnya penyakit koronavirus 2019 (bahasa Inggriscoronavirus disease 2019, disingkat COVID-19) di seluruh dunia. Penyakit ini disebabkan oleh koronavirus jenis baru yang diberi nama SARS-CoV-2. Wabah COVID-19 pertama kali dideteksi di Kota Wuhan, Provinsi HubeiTiongkok pada bulan Desember 2019, dan ditetapkan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 11 Maret 2020. Hingga 28 Maret, lebih dari 620.000 kasus COVID-19 telah dilaporkan di lebih dari 190 negara dan teritori, mengakibatkan lebih dari 28.800 kematian dan 137.000 kesembuhan.

Virus SARS-CoV-2 diduga menyebar di antara orang-orang terutama melalui percikan pernapasan (droplet) yang dihasilkan selama batuk. Percikan ini juga dapat dihasilkan dari bersin dan pernapasan normal. Selain itu, virus dapat menyebar akibat menyentuh permukaan benda yang terkontaminasi dan kemudian menyentuh wajah seseorang. Penyakit COVID-19 paling menular saat orang yang menderitanya memiliki gejala, meskipun penyebaran mungkin saja terjadi sebelum gejala muncul. Periode waktu antara paparan virus dan munculnya gejala biasanya sekitar lima hari, tetapi dapat berkisar dari dua hingga empat belas hari. Gejala umum di antaranya demam, batuk, dan sesak napas. Komplikasi dapat berupa pneumonia dan sindrom gangguan pernapasan akut. Tidak ada vaksin atau pengobatan antivirus khusus untuk penyakit ini. Pengobatan primer yang diberikan berupa terapi simtomatik dan suportif. Langkah-langkah pencegahan yang direkomendasikan di antaranya mencuci tangan, menutup mulut saat batuk, menjaga jarak dari orang lain, serta pemantauan dan isolasi diri untuk orang yang mencurigai bahwa mereka terinfeksi.

Upaya untuk mencegah penyebaran virus termasuk pembatasan perjalanan, karantina, pemberlakuan jam malam, penundaan dan pembatalan acara, serta penutupan fasilitas. Upaya ini termasuk karantina Hubeikarantina nasional di Italia dan di tempat lain di Eropa, serta pemberlakuan jam malam di Tiongkok dan Korea Selatan, berbagai penutupan perbatasan negara atau pembatasan penumpang yang masuk, penapisan di bandara dan stasiun kereta serta informasi perjalanan mengenai daerah dengan transmisi lokal. Sekolah dan universitas telah ditutup baik secara nasional atau lokal di lebih dari 124 negara dan memengaruhi lebih dari 1,2 miliar siswa.[1]

Pasal 1 angka 1 undang-ungang No. 39 tahun 1999 mengartikan ham sebagai : “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.” [2]

Pengertian ham dalam pasal 1 undang-undang No. 39 tahun 1999, merupakan hak yang sudah diberikan sejak lahir diberikan naturals right atau hak kodrati. Dimana HAM itu bersifat universal artinya tidak hanya ada pada beberapa orang saja atau golongan tertentu tetapi bahwa HAM itu melekat pada semua orang. Bahwasannya pula HAM tidak terikat oleh ruang, waktu, dan  dimana pun dengan mana HAM itu ada dimana pun orang itu berada, pada saat kapan pun bahwa HAM itu adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan.

Hukum HAM adalah seperangkat asas dan kaidah yang mengatur tentang hak-hak asasi manusia yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai ciptaan dan anugrah tuhan, yang memerlukan lembaga dan proses untuk merealisasikan kaidah itu dala kenyataannya, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat.[3]

Pengertian hukum HAM merupakan turunan dari beberapa pengertian seperti pengertian hukum, pengertian hak, dan pengertian dari hak asas itu. Maka yang membedakan ialah hukum ham merupakan seperangkat peraturan yang mengatur mengenai hak-hak asasi manusia bukan memberikan penjelasan mengenai ham itu saja tetapi ada peraturan yang mengatur mengenai HAM-nya.

Lockdown artinya situasi yang melarang warga untuk masuk ke suatu tempat karena kondisi darurat. Lockdown juga bisa berarti negara yang menutup perbatasannya, agar tidak ada orang yang masuk atau keluar dari negaranya.[4] Pengertian lockdown secara umum mengartikan sebagai pemutusan sementara kegiatan oprasional sehari-hari yang mana sebuah wilayah atau negara menutup akses untuk tidak keluar masuk kedalam suatu wilayah. Tetapi menurut Oxford University Press, pengertian lockdown adalah sebuah perintah resmi untuk mengendalikan pergerakan orang atau kendaraan di dalam suatu wilayah karena adanya situasi berbahaya. Sedangkkan professor dari Hukum dan Etika Kesehatan Publik dari Washington College, Lindsay Wiley lewat akun Twitternya, @ProfLWiley, istilah lockdown yang selama ini sering digunakan pers bukan istilah teknis yang punya arti spesifik. Dia mengatakan, lockdown dalam perspektif kesehatan publik jika merujuk apa yang sudah China dan Italia lakukan adalah upaya menciptakan sebuah karantina geografis, atau dikenal juga sebagai cordon sanitaire.

"Cordon sanitaire berarti membuat sebuah pembatas dan mencoba untuk menghentikan orang untuk masuk atau keluar (dari sebuah wilayah tertentu) dengan pengecualian untuk pengiriman barang atau orang untuk menjaga keperluan penting,"[5]

Berbeda pengertian dan makna sebenarnya Indonesia tidak atau belum mengenal lockdown Karena Indonesia menggunakan UU no 6 tahun 2018 tentang karantina kesehatan. Pasal 1 angka 6 mengatakan “Karantina adalah pembatasan kegiatan dan/atau pemisahan seseorang yang terpapar penyakit menular sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang- undangan meskipun belum menunjukkan gejala apapun atau sedang berada dalam masa inkubasi, dan/atau pemisahan peti kemas, Alat Angkut, atau Barang apapun yang diduga terkontaminasi dari orang dan/atau Barang yang mengandung penyebab penyakit atau sumber bahan kontaminasi lain untuk mencegah kemungkinan penyebaran ke orang dan/atau Barang di sekitarnya.”[6] Karantina merupakan pembatasan kegiatan yang ditujukan kepada warga masyarakat untuk guna bertujuan menghindari mapun mencegah terjangkitnya tau menambah luasnya penyakit yang dapat menular. Keemudian pasal 1 angka 10 menyatakan “Karantina Wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah Pintu Masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi”[7] karantina wilayah ini yang menjadi titik pemerintah melaksanakan kegiatan yang di batasi. Pada akhir bulan maret ini pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang pembatasan social bersekala besar dalam rangka percepatan penanganan corona virus disease 2019 (covid 19). Pasal 1 PP no 21 tahun 2020 mengatakan “Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease2019 (COVID-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Corona Virus  Disease 2019 (COVID-19).”[8] Dengan keluarnya PP No. 21 tahun 2020 maka jelas sudah bahwa lanjutan dari UU karantina kesehatan dan diberlakukannya Peraturan Pemerintah ini maka Indonesia sudah menepatkan posisi bahwa lockdown yang digambarkan atau penamaan yang beerada di Indonesia yaitu pembatasn social berskla besar atau karantina wilayah.

Pada belakangan ini di Indonesia di gegerkan dengan peristiwa masuknya virus covid-19 ini. Pemerintah dengan cepat mengabil keputusan mengenai penanggulangan bencana ini dengan melakukan karantina wilayah. Seperti melakukan pebelajaran dirumah kepada peserta didik dan work at home untuk para pekerja. Walaupun tidak semua pekerja di berlakukan berkerja di rumah. Banyak permasalahan mengenai keputusan ini dan penuh dilema dalam penerapan kebijakan ini, banyak dipertanyakan apakah kebijakan ini melanggar HAM atau tidak.

Dalam tulisan ini akan dijelaskan dilakukan perbandingan antara penerapan lockdown secara universal atau di beberapa negara seperti china, Italy, dan amerika. Lantas apakah akan berbeda dana pa yang membuat keberhasilan maupun kegagalan dalam melaksanakan lockdown ini. Kemudian apakah memang Indonesia siap melaksanakan lockdown dalam penerapanya apakah ada atau tidak penyalahgunaan kekuasaan atau sudah sesuai dengan jalur yang ada, tetapi penulis akan membahas secara garis besar mengenai bagaimana penerapan lockdown dibeberapa negara dengan berlandaskan perspektif hukum ham yang ada seperti prinsip siracausa. Kemudian bagaimana dengan di Indonesia. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut.

1.2  Identifikasi Masalah

 

Setelah tahapan pertama yaitu latar belakang masalah yang memberikan gambaran dasar mengenai penulisan ini maka sudah tersimpulkan dua pertanyaan yang akan dibahas dalam bab selanjutnya, yaitu:

1.      Bagaimana pelaksanaan Lockdown di Italy, Amerika, dan China berdasarkan perspektif prinsip hukum HAM?

2.      Bagaimana Kebijakan Lockdown Di Indonesia Dalam Kaitanya dengan Perspektif Prinsip-prinsip Hukum HAM?


 

Bab II

Tinjauan Pustaka

2.1 Asas-asas Hukum Hak Asasi Manusia

Hukum Hak Asasi Manusia dapat diartikan sebagai seperangkat asas dan kaidah yang mengatur tentang tentang hak-hak asasi manusia yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai ciptaan dan anugerah Tuhan, yang memerlukan lembaga dan proses untuk merealisasikan kaidah itu dalam kenyataannya, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

1.   Asas-Asas Hukum HAM

Hukum HAM pada hakikatnya adalah hukum itu sendiri. Oleh karena itu, membicarakan asas-asas Hukum HAM diskursusnya tidak bisa dilepaskan dari “asas-asas hukum” secara umum, baik yang terdapat pada rezim Hukum Internasional (HI) maupun Hukum Nasional. Asas-asas Hukum HAM yang dimaksud adalah :

a.   Asas Kemelekatan (Alienable Principle)

Suatu prisip dasar yang menentukan bahwa hak asasi melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan YME dan merupakan anugerah-Nya, sehingga tidak dapat dicabut (inalienable) dan diabaikan (inderogable) oleh siapa pun. Dengan demikian asas kemelekatan ini menurunkan asas atau prinsip tidak boleh dicabut (nalienable principle).[9]

b.   Asas Kesederajatan /Kesetaraan (Equality Principle)

Yaitu prinsip dasar yang menentukan bahwa oleh karena setiap individu manusia (orang) memiliki HAM, maka setiap individu manusia memiliki kedudukan yang sederajat atau setara dengan individu manusia lainnya. Asas ini juga melahirkan asas ekualitas (equality principle). Artinya, setiap orang harus diperlakukan sama (diperlakukan setara dengan orang/manusia lainnya) pada situasi yang sama, dan diperlakukan berbeda pada situasi yang berbeda.

c.   Asas Nondiskriminasi (Nondiscrimination Principle)

Asas Nondiskriminasi timbul sebagai konsekuensi dari adanya asas atau prinsip ekualitas. Asas Nondiskriminasi adalah, suatu prinsip dasar yang menentukan bahwa setiap manusia adaah sama sebagai ciptan Tuhan YME tanpa membedakan agama (keyakinan kepada Tuhan YME), warna kuli, bahasa, suku bangsa, kewarganegaraan, keyakinan politik dan lain sebagainya.

d.   Asas Universal

Suatu prinsip dasar yang menentukan bahwa eksistensi HAM melekat pada hakikat dan keberadaan pada setiap diri manusia sebgaai makhluk Tuhan YME dan merupakan anugerah-Nya tanpa memandang apapun rasnya, warna kulitnya, jenis kelaminnya, bahasanya, agama atau kepercayaannya, pendapat politiknya, kebangsaan atau nasionalitasnya, dan suku bangsanya, kebenarannya telah diakui sebagai prinsip-prinsip umum Hukum Internasioanl yang telah diakui bangsa-bangsa beradab siseluruh dunia (general principlesof law recognized by civilized nations).

e.   Asas Eternal

Suatu prinsip dasar yang menentukan bahwa HAM eksistensinya melekat pada hakikat dan keberadaan manusia secara terus menerus, bersifat langgeng atau abadi.

f.    Asas Saling Keterhubungan, Ketergantungan dan Tidak Terbagi

Dimaksud dengan asas saling keterhubungan, ketergantungan, dan tidak terbagi (interrelated, interdependent, dan invisible) adalah “suatu prinsip dasar yang menentukan bahwa eksistensi prinsip-prinsip HAM memiliki saling keterhubungan, ketergantungan dan tak terbafi antara satu dengan yang lain”.[10]

 

2.   Kaidah-Kaidah Hukum HAM

Instrumen HAM (dalam skala) Internasional dimotori oleh PBB, yang dikenal juga dengan istilah “The International Bill Of Human Rights” dan (dalam skala) Nasional dilakukan oleh masing-masing Negara nasional.

a.       Kaidah (Instrumen) Hukum HAM Internasional

PBB mmebentuk instrumen-instrumen hukum yang mengatur tentang HAM yang bersifat Universal adalah sebagai berikut:

a)   Universal Declaration Of Human Rights (UDHR) atau Deklarasi Universal Hak Asasi Manuisia (DUHAM)

UDHR (DUHAM) merupakan lagkah besar yang diambil oleh masyarakat internasional pada tahun 1948. Norma-norma yang terdapat dalam DUHAM merupakan norma inetrnasional yang disepakati dan diterima oleh Negara-negara di dunia melalui PBB. DUHAM merupakan kerangka tujuan HAM yang dirancang dalam bentuk umum dan merupakan sumber utama pembentukan dua instrument HAM, yaitu Covenan Internasional tentang hak ekonomi, social dan budaya. Didalam UDHR yang berkaitan dengan Civil Of Political Rights (Hak-hak SIPOL) seperti :

(1)  Life, liberty and security Of person

(2)  Freedom from slavery and servitude.

(3)  Freedom from torture and cruel, in human or degrading treatment or punishment.

(4)  Recognition as a person before the law.

(5)  Equal protection of the law.

(6)  An effective judicial remedy for violations of human rights.

(7)  Freedom from arbitrary arrest, detentions, or exile.

(8)  A fair trial an public hearing by an independent and impartial tribunal.

(9)  The presumption of innocence until guilt has been proveted.

(10)Debarment from confliction for an act which was not a penal offence at the time it was committed.

(11)Freedom from arbitrary interference which privacy, family, home, or correspondence

(12)Freedom of movement and recidence,including the rights leave any country and to return to one’s country

(13)Asylum

(14)Nationality

(15)Contract a marriage and found a family

(16)Own property

(17)Freedom of thought,conscience and religion

(18)Freedom of opinion and expression

(19)Freedom of peaceful assembly and association

(20)Participation in the government of one’s country

(21)Equal access to public service in one’s country

Sedangkan hak-hak yang menyangkut Economic, Social and Cultural Rights (Hak-hak EKOSOB) didalam UDHR adalah sebagai berikut:

(1)  Social security

(2)  Work and free choice of employment

(3)  Equal pay for equal work

(4)  Just and favourable remuneration insuring and existence worthy of human dignity

(5)  From and join trade unions

(6)  Rest and leisure

(7)  A standard of living adequate for health and well-beeing (including food,clothing,housing,and medical care)

(8)  Right to security in the event of unemployment, sickness, disability, widowhood, old, age, or other circumstances beyond one’s control

(9)  Protection of motherhood and childhood

(10)Education which parents having prior rights to choose their childrend’s type of education

(11)Participation of the cultural life, of one’s community

(12)Protection of the moral and material interests resulting from one’s authorships of scientific,literary or artistic productions.

b) International Covenant On Economic, Social and Cultural Rights (ECOSOC) atau Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (EKOSOB) Berikut adalah alasan perlunya mempertimbangkan hak-hak ini menurut kovenan EKOSOB.

(1)  Hukum berlaku tidak pada keadaan vakum . aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya tidak lepas dari masalah ekonomi, social dan  budaya masyarakat.

(2)  Asumsi bahwa hak ekonomi dan hak social tidak penting diterapkan dalam pekerjaa sehari-hari adalah tidak benar, karena dalam hak ekonomi terdapat prinsip nondikriminasi dan perlindungan terhadap penghilangan paksa.

(3)  Hak-hak yang dillindungi oleh dua kovenan diakui secara universal sebagai sesuatu yang saling terkait satu sama lain.

b.      Kaidah (Instrumen) Hukum HAM Nasional (Indonesia)

1)   Pengaturan HAM dalam Konstitusi Negara Indonesia

a)   Undang-Undang Dasar Tahun 1945

     Pasal 28 A

Setiap orang berhak untuk hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupannya

     Pasal 28 C

1). Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

 2).Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.

     Pasal 28 F

Setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak mencari, memperoleh, memiliki menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia

     Pasal 28 G

1). Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

     Pasal 28 H

1). Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

2). Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesehatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan keadilan. (3). Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

     Pasal 28 J

Dalam menjalankan hak kebebasanya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

b)   UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

     Hak Hidup (Pasal 9)

     Hak Memperoleh Keadilan (pasal 17-19)

     Hak Atas Rasa Aman ( Pasal 28-35)

UU No.39 Tahun 1999 mengatur pula mengenai kewajiban dan “tanggung jawab pemerintah” dalam penegakan HAM di Indonesia, sehingga pemerintah selalu memperhatikan hak-hak masyarakat dalam setiap pembuatan kebijakan.

BAB V

KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH

Pasal 71

“Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia.”

Pasal 72

“Kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya pertahanan keamanan negara, dan bidang lain.”

Kemudian yang berkaitan dengan pembatasan dan larangan yang dilakukan pemerintah kepada masyarakat dalam hal terkait suatu bencana atau pun keadaan yang seharusnya atau memaksa untuk melakukan kebijakan yang berdasarkan atas kepentingangan masyarakat dalam hal kesehatan.

BAB VI

PEMBATASAN DAN LARANGAN

Pasal 73

“Hak dan kebebasan yang diatur dalam Undang-undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan undang-undang, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum dan kepentingan bangsa.”

Pasal 74

“Tidak satu ketentuanpun dalam Undang-undang ini boleh diartikan bahwa Pemerintah, partai, golongan atau pihak manapun dibenarkan mengurangi, merusak, atau menghapuskan hak asasi manusia atau kebebasan dasar yang diatur dalam Undang-undang ini.”

Dalam kaidah ini jelas menyatakan bahwa pembatasan harus berdasarkan undang-undang karena untuk menghindarinya dari perbuatan kesewenangan pemerintah terhadap masyarakat.

 

c.       Kaidah Yang Mengatur Mengenai Larangan Mengenai Kesehatan.

Kaidah yang mengatur mengenai pandemic ini pada saat sekarang mengacu pada :

1.      Undang-undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.

2.      Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tenatang

 

2.2 Siracusa Principle ( Prinsip-prinsip Siracusa Dalam Pembatasan Hak Asasi Manusia).

Sub-Komisi Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan Kaum Minoritas, Dewan Ekonomi dan Sosial, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) 1984 Sub-Komisi Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan Minoritas, Dewan Ekonomi dan Sosial, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Prinsip-prinsip Siracusa mengenai Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Annex, UN Doc E / CN.4 / 1984/4 (1984).

Ketentuan  dalam prinsip siracausa mengenai “Pengurangan HAM dalam Darurat Publik”, berisi:

a.       “Darurat publik yang mengancam kehidupan bangsa”

b.      “Pernyataan, pemberitahuan, dan penghentian darurat publik”

c.       “Benar-benar diperlukan oleh situasi darurat”

d.      “Non-derogable Rights” (hak yang tidak bisa dikurangi dalam keadaan apapun oleh siapapun)

e.       Beberapa prinsip umum dalam pengantar dan aplikasi darurat publik dan akibat tindakan pengurangan hak

f.        Rekomendasi mengenai fungsi dan tugas Komite Hak Asasi Manusia (HAM) dan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

Ketentuan dalam prinsip siracausa mengenai “Prinsip-prinsip Penafsiran yang Berhubungan dengan Ketentuan Pembatasan Khusus” dalam bagian “kesehatan Masyarakat”, berisi :

25.  Kesehatan masyarakat dapat dijadikan sebagai dasar untuk membatasi hak-hak tertentu agar negara mengambil langkah-langkah terkait adanya ancaman serius bagi kesehatan penduduk ataupun individu anggota masyarakat. Langkah-langkah ini harus secara khusus ditujukan untuk mencegah penyakit atau cedera atau memberikan perawatan bagi mereka yang sakit dan terluka.

26.  Harus memperhatikan regulasi kesehatan internasional yang diatur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Ketentuan dalam prinsip siracausa mengenai “Prinsip-prinsip Penafsiran yang Berhubungan dengan Ketentuan Pembatasan Khusus” dalam bagian “Keselamatan publik”, berisi :

33. Keselamatan publik adalah perlindungan terhadap bahaya yang mengancam keselamatan orang, hidup atau integritas fisik, atau kerusakan serius atas harta benda mereka.

34. Kebutuhan untuk melindungi keselamatan publik dapat menjustifikasi pembatasan yang ditetapkan oleh hukum. Ketentuan ini tidak dapat digunakan untuk memaksakan pembatasan yang samar atau sewenangwenang dan hanya dapat digunakan ketika ada perlindungan memadai dan pemulihan efektif terhadap penyelewengan.

Ketentuan dalam prinsip siracausa mengenai “Pengurangan dalam darurat publik” dalam bagian “benar-benar diperlukan oleh situasi darurat”, berisi :

54. Prinsip kebutuhan yang ketat harus diterapkan secara obyektif. Setiap tindakan harus diarahkan pada bahaya yang bersifat segera, aktual, jelas, sekarang, atau akan terjadi dan tidak dapat dikenakan hanya hanya karena sebuah kekhawatiran terhadap potensi bahaya.

55. Konstitusi nasional dan hukum yang mengatur keadaan darurat harus menyediakan tinjauan independen yang cepat dan dilakukan secara berkala oleh pengaturan tentang perlunya tindakan pengurangan hak.


 

Bab III

Pembahasan

 

3.1 Pelaksanaan Lockdown Di Italy, Amerika, Dan China Berdasarkan Perspektif Prinsip Hukum HAM.

A.    Tinjauan Pelaksanaan Lockdown Di Italy Berdasarkan Perspektif Prinsip Hukum HAM.

Italy merupakan salah satu negara eropa yang menelan banyak korban atas terjangkitnya virus corona, dimana di Italia: 119.827 kasus positif corona (14.681 jiwa meninggal, 19.758 orang sembuh) persentasse yang tinggi dimana Italy memiliki 60 juta jiwa penduduk.

Virus corona telah menyebabkan Italia melakukan lockdown nasional. Lockdown artinya Italia melakukan pengawasan ketat di semua wialah negara untuk mencegah penularan virus corona COVID-19. Pengawasan ketat ini dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu yang dilakukan Italia ini adalah menutup semua toko kecuali toko makanan dan apotek. Perdana Menteri Giuseppe Conte mengatakan bar, restoran, salon, dan perusahaan yang tidak begitu penting juga akan ditutup. Dalam pidato yang disiarkan televisi, Conte mengatakan setiap dampak dari pembatasan ketat - berlaku dari Kamis hingga 25 Maret, dengan tetap mengawasi perkembangan kasus corona COVID-19 di Italia.[11] Kebijakan lockdown di Italy sangat serius di lakukan pemerintah Italy. Hal ini dapat dibuktikan dengan kebijakan yang dikeluarkan perdana menteri guiseppe conte.

Tetapi bagaimana dengan kebijakan tersebut berpengeruhkah terhadap prinsip hukum HAM internasional. Dimana Italy juga menganut prinsip siracusa dapat diketahui bahwa Italy menjadi negara yang mendapat kehormatan untuk konfrensi pada tahun 1997.[12] Dengan demikian dapat dijabarkan atas kebijakan lockdown di Italy merupakan turunan dari prinsip internasional yaitu prinsip siracusa. Pada bab sebelumnya di berikan pengertian bahwa Ketentuan dalam prinsip siracausa mengenai “Prinsip-prinsip Penafsiran yang Berhubungan dengan Ketentuan Pembatasan Khusus” dalam bagian “kesehatan Masyarakat”. Maka Italy harus segenap melindungi kesehatan masyarakatnya dikarenakan prinsip ke-25 “Kesehatan masyarakat dapat dijadikan sebagai dasar untuk membatasi hak-hak tertentu agar negara mengambil langkah-langkah terkait adanya ancaman serius bagi kesehatan penduduk ataupun individu anggota masyarakat. Langkah-langkah ini harus secara khusus ditujukan untuk mencegah penyakit atau cedera atau memberikan perawatan bagi mereka yang sakit dan terluka.” Prinsip ini yang menjelaskan dan menjawab banyak pertanyaan atas kebijakan lockdown. Kesehatan masyarakat adalah kunci pertama atau hal utama yang menjadi alasan diberlakukanya kebijakan lockdown di Italy karena keberlangsungan kehidupan masyarakat ditentukan atas kesehatan masyarakat itu, bagaimana bisa masyarakat menjalankan hajat kehidupannya apabila dalam keadaan sakit, dan diketahui pula penyakit ini(covid-19) merupakan virus yang ganas dan mematikan dalam waktu singkat. Lockdown di Italy di tujukan untuk melindungi masyarakatnya terhadap perluasan penyakit yang makin menjadi-jadi. Sangat jelas prinsip siracusa menyatakan bahwa secara khusus ditujukan untuk mencegah penyakit atau cedera atau memberikan perawatan bagi mereka yang sakit dan terluka, hal ini yang wajib dan harus dilakukan oleh pemerintah Italy.

Virus covid-19 ini merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui benda yang pernah disentuh maupun langsung bersentuhan oleh orang yang terpapar virus ini dengan ini kebijakan lockdown atau social distancing merupakan langkah yang harus diterapkan dikarenakan hal terssebut jalan utama sementara untuk menghindari dari virus ini. Langkah kebijakan ini tepat dan tidak melanggar suatu prinsip hukum HAM karena hal ini pula terdapat dalam Ketentuan dalam prinsip siracausa mengenai “Pengurangan dalam darurat publik” dalam bagian “benar-benar diperlukan oleh situasi darurat”, berisi : 54. “Prinsip kebutuhan yang ketat harus diterapkan secara obyektif. Setiap tindakan harus diarahkan pada bahaya yang bersifat segera, aktual, jelas, sekarang, atau akan terjadi dan tidak dapat dikenakan hanya hanya karena sebuah kekhawatiran terhadap potensi bahaya.”[13] karena potensi penyebaran yang sangat mudah maka dengan ini kebijakan lockdown dan social distancing merupakan hal yang sangat tepat dalam penanggulangan penyakit ini. Sangat dipastikan berdasarkan prinsip hukum HAM ini kebijakan ini sangat legal atau tidak dapat disalahkan walupun banyak kalangan masyarakat italy yang masih belum mau untuk melakukan kebijak yang dikeluarkan pemerintah Italy. Tetapi kebijakan ini merupakan kebijakan yang sah dan tidak melanggar prinsip hukum HAM internasional.

 

B.     Tinjauan Pelaksanaan Lockdown Di Amerika Berdasarkan Perspektif Prinsip Hukum HAM.

 

Amerika serikat sebagai negara yang dianggap sebagai negara adi kuasa juga merasakan musibah yang dialami dunia ini yaitu virus corona jenis baru covid-19. Amerika serikat merupakan negara yang berbentuk serikat yaitu memiliki negara bagian, berbeda dengan Indonesia yang merupakan negara kesatuan. Jadi setiap negara bagian dipimpin oleh gurbernur kemudia pusat pemerintahan di pimpin oleh presiden.

Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah amerika serikat dalam hal ini bertahap yaitu di negara bagian kebijak yang diambil berdasarkan gurbernur dari negara bagian.

Amerika Serikat (AS) kini menjadi pusat dari pandemi COVID-19 atau virus corona. Jumlah pasien aktif corona di negara adidaya tersebut mencapai 201.354 orang, dan total kasus menjadi 215.344 orang.

 

Angka ini menjadikan AS jadi epicentrum baru dengan jumlah kasus melebihi China, dengan total kasus 81.554 orang dan pasien positif corona tersisa 2.004 orang. Salah satu epicentrum virus corona di AS adalah kota New York, yang kemudian memberlakukan lockdown pada 22 Maret 2020, demi membendung penyebaran virus tersebut. Saat ini ada 75.540 warga New York yang positif corona, dengan jumlah kematian 2.219 orang. Sayangnya kebijakan lockdown ini baru diterapkan oleh Gubernur New York Andrew Cuomo setelah kasus positif melonjak 8.000 kasus setelah ada tes corona. Sebelum ada lonjakan kasus corona, area Big Apple ini masih tetap berjalan seperti biasa dimana warganya masih bekerja dan berkegiatan di luar rumah. Selain New York, Los Angeles, Chicago, New Jersey, dan Connecticut juga memutuskan untuk melakukan lockdown. Profesor sekaligus Direktur Center Suistainable Development di Universitas Columbia Jeffrey Sachs dalam opininya di CNN mengatakan salah satu penyebab AS menjadi epicentrum corona dan melampui China adalah fundamental penanganan yang berbeda. Ketika kasus ini muncul di Wuhan, pemerintah China segera menutup kota Wuhan hingga provinsi Hubei demi menghindari penyebaran. Dia menyayangkan sikap pemerintah AS terutama presiden Trump yang intensinya adalah menyelamatkan perekonomian, sementara masyarakatnya berjuang untuk hidup. Ketika COVID-19 akhirnya masuk ke AS dan belum banyak menyebar, Trump hanya secara gampang mengingatkan warganya mengurangi berpergian hingga paskah nanti. Peringatan ini sebelumnya dianggap cukup untuk menghentikan penyebaran corona, nyatanya Negeri Paman Sam ini gagal mengatasi penyebaran corona. Dilansir dari CNN, Sachs mengatakan AS kemungkinkan harus menerima 81 ribu kematian akibat virus ini pada Juli mendatang, meski dengan penanganan aktif. "Respon terhadap virus ini harusnya menjadi bagian dari kebijakan negara," katanya. Dia menegaskan Amerika gagal merespon epidemi ini dan tidak siap menghadapinya. Terlebih menurutnya Trump telah mengobrak-abrik sistem kesehatan yang sudah ada, membuat AS semakin tidak siap dengan pemangkasan tim kontrol epidemi. Dengan posisinya sebagai epicentrum baru corona, AS pun harus meningkatkan kapasitas rumah sakit dan tenaga kesehatan. Walikota New York, Bill de Blasio mengatakan bahwa kota itu telah meningkatkan kapasitas rumah sakit hingga tiga kali lipat. Terutama, sebagai persiapan untuk menghadapi puncak pandemi yang diperkirakan terjadi dalam dua hingga tiga minggu mendatang. "(Kami) akan membutuhkan tingkat kapasitas rumah sakit yang belum pernah kami lihat, bahkan tidak pernah dipahami," kata Bill kepada NBC, dikutip dari AFP. Sekitar selusin tenda, dilengkapi dengan 68 tempat tidur dan 10 ventilator, telah dipasang di taman ikonik Manhattan, yakni Central Park, dengan COVID-19 pasien diperkirakan akan mulai tiba pada Selasa (31/3/2020) malam waktu setempat. Area Big Apple juga sedang diubah untuk menampung pasien yang sudah membanjiri rumah sakit. Di sebelah selatan Central Park, Javits Convention Center kini beroperasi dengan hampir 3.000 tempat tidur setelah diubah oleh Army Corps of Engineers. Usai New York dan beberapa kota serta negara bagian di AS memutuskan lockdown, Presiden AS Donald Trump menumpahkan kekesalannya ke China, dan bersikeras bahwa lockdown hanya perlu diberlakukan di kota yang padat penduduk. [14]

 

Kebijakan pemerintah pusat amerika serikat sangat lah fatal dan lebih mementingkan kepentingan politik, yang mana seharusnya dalam keadaan yang krisis seperti itu pemerintah amerika lebih mengutamakan kesehatan masyarakat sesuai dengan prinsip siracusa. Tidak jauh berbeda dengan Italy mengenai analisis kebijakan lockdown terhadap negaranya tetapi dalam hal ini akan dibahas mengenai tanggung jawab negara terhadap kesehatan masyarakat nya sesuai dengan prinsip siracusa.

Pertama pemerintah amerika mengabaikan Ketentuan dalam prinsip siracausa mengenai “Prinsip-prinsip Penafsiran yang Berhubungan dengan Ketentuan Pembatasan Khusus” dalam bagian “kesehatan Masyarakat”, berisi : “26.  Harus memperhatikan regulasi kesehatan internasional yang diatur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).”[15] Yang dengan jelas bahwa pemerintah amerika mengabaikan anjuran penangan yang diberikan WHO. Pemerintah amerika baru mengeluarkan kebijakan pada 11 maret 2020 seperti yang dilansir oleh, “CNN, Rusia masih kecolongan dengan membiarkan orang-orang yang datang dari negara Eropa seperti Spanyol dan Italia tanpa tes dan kewajiban karantina. Diduga ini membuat persebaran Corona tetap terjadi di negara berwilayah paling luas di dunia. Sebaliknya AS baru melaksanakan kebijakan serupa pada Maret. Presiden AS, Donald Trump pada 11 Maret mengumumkan larangan perjalanan dari dan ke negara Schengen Uni Eropa. Begitupun AS tak segera melakukan pemantauan dan tes terhadap orang-orang yang datang dari Tiongkok, meskipun telah membatasi kunjungan dari negara itu sejak akhir Januari.”[16]  Hal di karenakan president amerika menanggap sepele masalah ini sehingga penyebaran yang cepat dan mengabaikan kepentingan public. “Pada 28 Februari lalu, misalnya. Trump menyebut virus Corona jenis baru ini akan hilang seperti mukjizat. Ia juga sempat berspekulasi bahwa cuaca panas akan membunuh virus ini dan menghentikan penyebarannya. Tak satu pun klaim itu berdasarkan penelitian, atau pendapat ahli dalam pemerintahannya.”[17] Hal ini seperti ini yang  membuat amerika gagal dalam membuat kebijakan dan dapat dikatakan tidak melihat keselamatan masyrakatnya.

Keselamatan public yang seharusnya diutamakan oleh pemerintah amerika. Tetapi karena lebih menanggap permasalah ini sepele maka semakin besar korban yang harus dihadapi amerika. Ketentuan dalam prinsip siracausa mengenai “Prinsip-prinsip Penafsiran yang Berhubungan dengan Ketentuan Pembatasan Khusus” dalam bagian “Keselamatan publik”, berisi : “33.  Keselamatan publik adalah perlindungan terhadap bahaya yang mengancam keselamatan orang, hidup atau integritas fisik, atau kerusakan serius atas harta benda mereka.”[18] Dalam hal ini sangat jelas pemerintah amerika mengabaikan prinsip siracusa yang seharusnya menjadi patokan terhadap hukum HAM internasional karena prinsip ini sudah di sahkan sejak tahun 1984 dalam confrensi PBB.

Maka dengan ini amerika mengabaikan dua prinsip hukum HAM internasional yaitu prinsip siracusa. Sampai saat ini masih belum ada yang membahas mengenai pengabaian yang dilakukan presiden amerika terhadap masyarakatnya. Karena melindungi bangsa dan negara seharusnya sudah menjadi dasar dari berdirinya sebuah negara, tetapi faktanya presiden amerika saat ini sangat menyepelekan peristiwa ini sehingga masyarakat menanggung dari akibat yang dilakukan presiden amerika.

 

C.     Tinjauan Pelaksanaan Lockdown Di China Berdasarkan Perspektif Prinsip Hukum HAM.

 

China adalah negara pertama yang melakukan lockdown. COVID-19 memang merebak di negara ini, pertama kalinya, tepatnya di Wuhan, Provinsi Hubei. Pada 23 Februari, Wuhan di-lockdown, kota-kota lain di luar Wuhan, bahkan Beijing dan Shanghai, menyusul sesudahnya.[19] Wabah Covid-19 yang dinyatakan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah membuat pemerintah dari berbagai negara mengambil langkah agresif untuk mengendalikan penyebaran virus lebih lanjut. China, sebagai negara tempat virus corona jenis baru pertama kali ditemukan pada Desember 2019, sempat dianggap tidak tanggap untuk menanggulangi masalah ini. Namun, China kemudian melakukan upaya luar biasa ketika jumlah kasus infeksi meningkat secara cepat, yaitu dengan lockdown. Langkah lockdown atau penguncian suatu kawasan untuk mencegah keluar-masuk manusia dan sesuatu lainnya di China dianggap sebagai yang paling dramatis dan kontroversial. Dengan langkah ini, puluhan juta orang terkunci, tak dapat bergerak dengan bebas. Hal ini pun dinilai sebagai sebuah karantina semu terbesar dalam sejarah manusia. Kurang dari dua bulan setelah lockdown diberlakukan di China, pejabat kesehatan negara itu mengeklaim bahwa langkah ini berhasil. Pada Kamis (12/3) lalu, Negeri Tirai Bambu mengumumkan telah melewati puncak epidemi virus corona jenis baru, menyusul jumlah kasus per hari yang terus menurun. Pada hari itu, hanya ada delapan kasus baru, jumlah terendah sejak Covid-19 diumumkan ke publik. “Pemerintah China akan diberikan ucapan selamat atas tindakan luar biasa yang diambil untuk mengatasi wabah ini meskipun dampak sosial dan ekonomi yang parah dari tindakan itu terhadap rakyat di negara itu,” ujar Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus pada Januari lalu saat lockdown dilaksanakan Pemerintah China.[20]

Penerapan kebijakan lockdown di negri tirai bambu merupakan kebijakan yang sangat cepat yang dilakukan oleh peerintahnya. Seperti yang dikatakan di paragraph sebelumnya bahwa WHO memberikan apresiasi yang bagus kepada pemerintah china yang cepat melaksanakan kebijakan yang tepat dalam menangani wabah covid-19. Walaupun banyak pro kontra dalam menjalankan kebijakan lockdown di china tetapi saat ini china yang mampu dan berhasil menumpas wabah ini lebih tepat nya di kota wuhan.

Ada sejumlah pertanyaan mengenai upaya lockdown yang dilakukan China untuk mengendalikan penyebaran virus corona jenis baru. Di antaranya adalah apakah hal itu tidak melanggar kebebasan warga dan melumpuhkan mata pencaharian mereka. “Tidak ada negara lain (Barat atau lainnya) yang dapat atau harus berusaha untuk mereplikasi tindakan China," kata Thomas Bollyky, direktur Program Kesehatan Global di Dewan Hubungan Luar Negeri Washington kepada TIME. Bollyky mengatakan, pengabaian terhadap kebebasan sipil dan hak asasi manusia yang telah ditunjukkan pemerintah dalam kegiatan karantina tidak dapat dipisahkan dari kebijakan maupun tindakan lainnya yang berkontribusi terhadap wabah di tempat pertama. Bagaimana China mengunci puluhan juta orang mulai 23 Januari lalu, dengan menutup seluruh transportasi keluar-masuk Wuhan, ibu Kota Provinsi Hubei, yang menjadi tempat virus diyakini berasal. Sekitar 11 juta orang di sana diminta untuk tetap tinggal di rumah masing-masing kecuali untuk membeli bahan makanan atau mencari perawatan medis. Sekolah, kantor, dan pabrik ditutup. Kendaraan pribadi dilarang di jalanan kota. Dalam beberapa hari setelahnya, langkah lockdown telah diperluas untuk mencakup beberapa kota lain di China yang secara keseluruhan mengunci 60 juta orang. Lockdown di China juga meluas melampaui ruang publik. Kontrol sosial pada pergerakan pribadi penduduk dilakukan. Keterbatasan bervariasi, mulai dari pos pemeriksaan di pintu masuk gedung hingga batas keras untuk keluar. Kasus Covid-19 di China mencapai puncak pada akhir Januari lalu. Lockdown di Wuhan dan kota-kota lain di Provinsi Hubei secara efektif mencegah ekspor lebih lanjut dari orang yang terinfeksi di seluruh negeri. Beberapa orang berpendapat bahwa karena efektivitas dari China, pemerintah di negara tidak boleh ragu untuk menerapkan langkah-langkah sulit di daerah di mana infeksi melonjak.[21]

Kebijakan yang lakukan pemerintah sepertinya telihat keras dan banyak menuai keritik terlebih pada awal di laksakanya kebijakan lockdown ini banyak yang tidak terealisasi serti kekurangan bahan makanan dan kebutuhan lainya. Tetapi pada dasarnya apabila dilihat melalui sisi yang lain bahwa kebijakan ini di ambil dengan mempertimbangkan keamanan public terlebih dahulu karena pemerintahnya mengetahui cara penyebaran dan efek dari wabah ini sehingga langkah seperti ini yang di ambil oleh pemerintah china. Kebijakan ini di putuskan dalam keadaan yang memang tanpa ada persiapan yang panjang karena wabah ini berasal dari kota wuhan china, maka dari itu persiapan pemerintah dalam melaksanakan kebijakan ini pemerintah tidak mau mengambil resiko demi kesehatan masyarakat. Dalam hal ini kebijakan yang diambil oleh pemerintah china tidak menyalahi dan sudah sesuai dengan protocol yang ada berdasarkan prinsip hukum HAM yaitu prinsip siracusa berupa “kesehatan masyarakat”, “keselamatan public”, dan Ketentuan mengenai “Pengurangan dalam darurat publik” dalam bagian “benar-benar diperlukan oleh situasi darurat”,

3.2 Kebijakan Lockdown Di Indonesia Dalam Perspektif Prinsip-prinsip Hukum HAM.

Penyebaran virus covid-19 di Indonesia diperkirakan pada tanggal 20 februari 2020 dimana sekelompok orang sedang melakukan perteuan di café di daerah depok untuk menyambut rekan yang datang dari jepang. Berdasarkan cerita dari pasien nomor 1 diindonesia, dimana ia diberikan kabar oleh rekan yang datang dari jepang bahwa ia terkapar oleh covid-19 ketika ia berada di Malaysia. Hal ini menjadi patokan berawal penyebaran covid-19 di Indonesia tetapi mungkin saja penyebaran di Indonesia bukan berawal dari peristiwa ini karena virus yang menjanggit ke tubuh manusia membutuhkan masa inkubasi yang berbeda-beda. Kemudian ketika covid-19 di wuhan Indonesia tidak menutup secara langsung transportasi dari mancanegara.  

Sampai saat ini  Pemerintah mengumumkan jumlah pasien yang positif terinfeksi virus corona (Covid-19) di seluruh Indonesia mencapai 2.092 orang 191 Meninggal, 150 Sembuh hingga Sabtu (4/4). Jumlah tersebut meningkat dibanding hari sebelumnya.[22]

Kebijakan yang dilakukan pemerintah Indonesia dengan melaksanakan protocol atau Undang-undang No. 6 tahun 2018 tentang karantina kesehatan. Pada akhir maret ini pemerintah mengeluarkan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang pembatasan social bersekala besar dalam rangka percepatan penanganan corona virus disease 2019 (covid 19). Kebijakan pemerintah Indonesia artinya berbeda dengan negara lain yang melakukan lockdown hal ini yang berarti Indonesia sudah memiliki peraturan yang mengatur pelaksanaan dalam siatuasi seperti ini.

Indonesia memang tidak mengenal dengan lockdown sebagaimana tidak adanya kebijakan yang mengatur mengenai lockdown. Tetapi Indonesia mengenal istilah karantina, dan dimana pemerintah melakukan kebijakan social distancing. Menko Polhukam Mahfud MD menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia sedang merencanakan karantina wilayah. Istilah karantina wilayah ini ternyata memiliki definisi yang sangat berbeda dari lockdown.Karantina wilayah menurutnya merupakan istilah lain dari social distancing atau physical distancing – dimana masyarakat Indonesia masih boleh berinteraksi asal menjaga jarak aman. [23] kebijakan ini sudah baik tetapi apabila masih banyak orang terkapar virus ini tetapi tidak menyadarinya maka bukan tidak mungkin akan tetap tertular. Karena dengan menyentuh benda yang sebelumnya disentuh oleh orang yang membawa virus ini dapat menularkan ke orang lain. Memang seharusnya pelaksanaan karantina wilayah sudah sangat ampuh dengan benar-benar memutus penyebaran virus covid-19 ini.

 Pemerintah Indonesia dilema akan kebijakan yang telah diabuatnya sendiri dimana untuk melaksanakan karantina wilayah sebagaimana pasal 1 angka 10 “Karantina Wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah Pintu Masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.”[24] Sebagaimana pasal ini nyaatakan bahwa wilayah harus menutup segala kegiatan masyarakat kecuali toko makanan, toko obat, dan kebutuan utama dalam melaksanakan kehidupan. Karena dengan meniadakan kegiatan yang berkumpul atau keramaian di mana pun ini membuat penyebaran terhenti.

Untuk melaksakan karantina wilayah memang tidak mudah dimana sudah menjadi rahasia umum bahwa Indonesia masih banyak orang yang melakukan kerja lepas atau harian. Permasalahan ini yang menjadi kendala dan dilemma pemerintah yang sepertinya tidak siap untuk memberikan bantuan kepada masyarakat menengah kebawah dalam menangani permasalahan ini.

Tanggung jawab pemerintah yang harus dilaksanakan ketika karantina wilayah diberlakukan sebagai amana konstitusi Indonesia mengatur mengenai HAM dan tanggung jawab negara terutama pemerintah. Pasal 28I angka 4 UUD 1945 “perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.”[25] Dapat diartikan bahwa pemenuhan hak asasi disini adalah tanggung jawab pemerintah. Kemudian dalam UU No. 39 tahun 1999 Pasal 71 “Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia.” Pasal 72 “Kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya pertahanan keamanan negara, dan bidang lain.”[26] Undang undang tentang hak asasi masnusia juga memberikan pengertian bahwa pemerintah harus berkewajiban dan bertanggung jawab dalam melindungi masyarakatnya. Kemudian didalam UU No. 6 tahun 2018 Pasal 4 “Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit dan/atau Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat melalui penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.”[27] Kebutuhan masyarakat merupakan permasalahan yang utama dalam penyelenggaraan karantina wilayah. Karena jangan sampai karantina diberlakukan tetapi kebutuhan sandang pangan masyarakat menengah kebawah tidak diperhatikan dan di berikan oleh pemerintah.

Tetapi pemerintah Indonesia harus cepat menemukan solusi untuk menangani permasalahan ini karena hal ini yang yang menjadi dilemma adalah diamana pemerintah tidak dapat memberikan ssubsidi kebutuhan kepada masyarakat menengah kebawah tetapi keselamatan public disini juga dipertaruhkan. Keselamatan public sebagaimana prinsip siracusa Ketentuan dalam prinsip siracausa mengenai “Prinsip-prinsip Penafsiran yang Berhubungan dengan Ketentuan Pembatasan Khusus” dalam bagian “Keselamatan publik”, berisi : “33.  Keselamatan publik adalah perlindungan terhadap bahaya yang mengancam keselamatan orang, hidup atau integritas fisik, atau kerusakan serius atas harta benda mereka. 34.  Kebutuhan untuk melindungi keselamatan publik dapat menjustifikasi pembatasan yang ditetapkan oleh hukum. Ketentuan ini tidak dapat digunakan untuk memaksakan pembatasan yang samar atau sewenangwenang dan hanya dapat digunakan ketika ada perlindungan memadai dan pemulihan efektif terhadap penyelewengan.”[28] Artinya keselamatan masyarakat juga dipertaruhkan apabila pemerintah tidak melakukan karantina wilayah atau pun karantina berskala besar. Akan fatal akibatnya jika pemerintah tidak cepat mengambil keputusan.


 

Bab IV

Penutup

4.1 Kesimpulan.

1.      Kebijakan lockdown yang dikeluarkan oleh pemerintah Italy, amerika, dan china. Memiliki cara masing-masing dan sudah sesuai dengan prinsip siracusa. Hanya saja kelalaian pemerintah Amerika yang membuat keselamatan public nya menjadi berantakan. Italy sudah tegas dalam memberikan kebijakan dan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum HAM tetaapi tetap masyarakatnya yang  kurang mendukung kebijakan pemerintahnya dengan mengabaikan dan tidak melaksanakan apa yang sudah di tentukan oleh pemerintah Italy. Sedangkan di china menjadi salah satu negara yang berhasil dengan kebijakan lockdown dengan mana pemerintah sigap dan cepat dalam membuat system pelaksanaan untuk memenuhi segala kebutuhan masyrakat walaupun tidak langsung merata tetapi secara grafik sudah baik dari bawah hingga keatas.

2.      Kebijakan pemerintah Indonesia dalam menanggulangi social distancing rasa nya kurang tepat, dimana tetap harus melaksanakan karantina wilayah tetapi masih belumada kesiapan pemerintah dalam memberikan kebutuhkan kepada masyarakat menengah kebawah kebutuhan sandang pangan dalam menghadapi karantina wilayah. Tetapi pemerintah harus cepat menemukan solusi karena dengan tidak memutus rantai penyebaran akan berdampak pada kelalaian keselamatan public yang berada pada orinsip siracusa.

4.2 Saran.

Sebaik apapun kebijakan dan system yang sudah dibuat dan dilaksanakan tetapi haruslah masyarakat patuh dan taat terhadap kebijakan itu, untuk memenuhi kebutuhan dan keamanannya juga. Pemerintah harus cepat mengambil keputusan dalam menangani wabah covid-19 ini. Karena akan berakibat fatal apabila tidak secara cepat di putus secara sekala besar.

Daftar Pustaka

 

A. Widiada Gunakaya. 2017. Hukum Hak Asasi Manusia, Bandung : Penerbit ANDI.

https://id.wikipedia.org/wiki/Pandemi_koronavirus_2019%E2%80%932020#cite_note-WOM-4.

https://www.suara.com/news/2020/03/18/105643/arti-lockdown-social-distancing-dan-istilah-corona-lainnya.

https://voi.id/artikel/baca/3690/pengertian-i-lockdown-i-dan-negara-negara-yang-sudah-melakukannya.

https://tirto.id/arti-lockdown-yang-dilakukan-italia-karena-virus-corona-covid-19-eEMf

https://kontras.org/wp-content/uploads/2019/07/impunity.pdf.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200402161043-4-149420/amerika-jadi-epicentrum-corona-apa-karena-telat-lockdown.

https://news.detik.com/internasional/d-4946313/lockdown-diterapkan-di-wuhan-who-akui-keberhasilan-china-atasi-corona .

https://republika.co.id/berita/q79omy409/cerita-emlockdown-emchina-yang-diikuti-negara-lainnya.

https://republika.co.id/berita/q79omy409/cerita-emlockdown-emchina-yang-diikuti-negara-lainnya.

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200404143554-20-490309/update-corona-4-april-2092-kasus-191-meninggal-150-sembuh.

https://www.sehatq.com/artikel/lockdown-karena-virus-corona-sebenarnya-seperti-apa-ini-gambarannya.

Undang-Undang Dasar 1945.

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Karantina Kesehatan.

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang pembatasan social bersekala besar dalam rangka percepatan penanganan corona virus disease 2019 (covid 19).

Sub-Komisi Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan Kaum Minoritas, Dewan Ekonomi dan Sosial, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) 1984 Sub-Komisi Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan Minoritas, Dewan Ekonomi dan Sosial, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Prinsip-prinsip Siracusa mengenai Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Annex, UN Doc E / CN.4 / 1984/4 (1984).

 

 

 

 



[2] Pasal 1 angka 1 undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

[3][3] A. Widiada Gunakaya, Hukum Hak Asasi Manusia, Penerbit ANDI, Bandung, 2017, hlm. 58-59.

[6] Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan

[7] Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan

[8] Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang pembatasan social bersekala besar dalam rangka percepatan penanganan corona virus disease 2019 (covid 19).

[9] A. Widiada Gunakaya, Hukum Hak Asasi Manusia, Penerbit ANDI, Bandung, 2017, hlm. 63.

[10] Ibid, hlm. 67.

[12] https://kontras.org/wp-content/uploads/2019/07/impunity.pdf, diakses 4 april 2020. Pukul 17.23 WIB.

[13] Sub-Komisi Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan Kaum Minoritas, Dewan Ekonomi dan Sosial, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) 1984 Sub-Komisi Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan Minoritas, Dewan Ekonomi dan Sosial, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Prinsip-prinsip Siracusa mengenai Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Annex, UN Doc E / CN.4 / 1984/4 (1984).

[14] https://www.cnbcindonesia.com/news/20200402161043-4-149420/amerika-jadi-epicentrum-corona-apa-karena-telat-lockdown, diakses 5 april 2020. Pukul 13.00 WIB.

[15] Sub-Komisi Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan Kaum Minoritas, Dewan Ekonomi dan Sosial, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) 1984 Sub-Komisi Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan Minoritas, Dewan Ekonomi dan Sosial, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Prinsip-prinsip Siracusa mengenai Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Annex, UN Doc E / CN.4 / 1984/4 (1984).

[17] https://tirto.id/positif-covid-19-terbanyak-ada-di-as-kecerobohan-trump-sebabnya-eJh3 , diakses 5 april 2020, pukul 14.30 WIB.

[18] Sub-Komisi Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan Kaum Minoritas, Dewan Ekonomi dan Sosial, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) 1984 Sub-Komisi Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan Minoritas, Dewan Ekonomi dan Sosial, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Prinsip-prinsip Siracusa mengenai Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Annex, UN Doc E / CN.4 / 1984/4 (1984).

[24] Undang-undang No. 6 tahun 2018 tentang karantina kesehatan.

[25] Undang-undang Dasar 1945.

[26] Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang hak Asasi Manusia.

[27] Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

[28] Sub-Komisi Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan Kaum Minoritas, Dewan Ekonomi dan Sosial, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) 1984 Sub-Komisi Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan Minoritas, Dewan Ekonomi dan Sosial, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Prinsip-prinsip Siracusa mengenai Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Annex, UN Doc E / CN.4 / 1984/4 (1984).


Comments

Popular Posts